High
General Belias Gyellin
(Oleh: Fauzul Afa)
Aku
tidak pernah mengerti apa yang mereka sebut, aku hanya berjalan dan terus
berjalan sampai pada titik dimana waktulah yang akan menghentikanku. Namaku
adalah Belias Gyellin dan aku mempunyai kisah hidup yang tidak akan pernah
kalian inginkan.
Kita
semua hidup dan kita semua mati. Jika dirimu adalah kesatria, kau akan membuat
pilihan sebelum kau bertarung. Mereka memanggilku Dragonbane, bukan karena aku mempunyai kekuatan seperti Naga,
melainkan karena pedangku yang meminum darah dari musuh-musuh yang tidak
terkalahkan.
Namaku
adalah Belias Gyellin The Dragonbane, dan ini adalah ceritaku. sebelum aku
menjadi kesatria, sebelum aku menjadi komandan perang, sebelum aku menjadi
jendral tertinggi. Aku terlahir diluar tembok besar Kerajaan Xelduin, hidup
dengan peraturan yang diciptakan oleh Naga dan Dewa, dimana kau akan melihat
kematianmu sendiri apabila kau bukanlah orang yang kuat. Aku belajar bertarung
menggunakan pedang dan perisai tanpa mengenal kata ampun, itu semua bermula
karena naluri untuk bertahan hidup. Aku berbeda, mungkin dengan cara yang tidak
baik maupun baik, selama aku masih mencari “Siapa
diriku?” aku tidak akan mengenal kata ampun.
Tidak
ada keberanian tanpa rasa takut, tidak ada hidup tanpa kematian, tidak ada
legenda tanpa kesatria. Aku sudah banyak melihat kematian, terlalu banyak
sehingga kau hanya bisa memikirkan betapa menyesalnya kau hidup didunia ini.
Saat kau melihat kebelakang kau hanya akan menemukan sisi gelapmu. Aku pernah
melihat seorang pemuda yang bersemangat ingin menjadi kesatria, aku bertanya
pada pemuda itu “Apa kau tidak takut
untuk mati?” pemuda itu menjawab “Tidak
sama sekali!” setelah kami berperang melawan Naga, aku melihat perut pemuda
itu tertusuk sebuah pedang dan isi perut nyapun berhamburan. Yah, pemuda itu
menghadapi kematian nya. Kami berbeda, kami mati dengan penuh kebanggaan, kami
terlahir sebagai kesatria, yang artinya, kami terlahir untuk kematian.
Apa
yang takdir berikan padaku bukanlah suatu kebruntungan, aku hanya berdiri
diatas tengkorak para musuhku, siapapun yang berani menentangku, maka aku siap
menghunuskan pedangku sebelum ia berlutut meminta ampun. Jika kau bertanya “Adakah sedikit rasa belas kasih pada dirimu?”
maka aku akan menjawab “Ada” namun
itu tidak akan berguna jika kau terancam, aku hidup didunia yang penuh dengan
kekejaman Naga dan para Dewa, aku banyak melihat keputusasaan, ketidakadilan dan kematian dari orang-orang yang hanya menginginkan kehidupan. Itu
semua cukup untuk menghilangkan rasa belas kasih, kau akan membenci para Dewa
dan Naga serta para manusia yang mengikuti mereka. Rasa bencimu akan menjadi
kekuatan apabila kau sanggup menggunakan kekuatan itu, sampai titik dimana kau
mengingiinkan peperangan melawan mereka.
Apa
arti dari sebuah peperangan? Sampai saat ini, aku pun masih belum mengerti.
Saat kau berdiri di garis depan, yang kau lihat hanyalah kematian dan
keputusasaan. Tetapi, jika kau memenangkannya, maka kau akan mendengar
sorak-sorai orang-orang yang menyebut namamu di kota, kau akan menjadi
pahlawan mereka. Saat namaku diteriakan di seluruh penjuru kota, yang aku
rasakan hanyalah kesombongan, semakin aku mendengarnya maka semakin aku haus
akan kekuatan. Disaat itu, aku hanya ada untuk perang. Itulah yang membuat aku
tenggelam kedasar kegelapan, saat kau masuk kedalamnya, kau tidak akan melihat
keramaian, yang kau lihat hanyalah kesepian, gelap, tanpa cahaya sedikitpun.
Aku
masih mengingat hari itu, hari dimana aku melawan Hydra, Naga yang ditakuti oleh
banyak kesatria, Naga dengan kekuatan membinasakan, Naga dengan kepala
sembilan. Saat aku bertatap muka dengan Hydra, aku siap menerima kematianku.
Aku benturkan pedangku ke perisai dengan berteriak “Aku sang Dragonbane, Lawan aku makhluk terkutuk!” Aku mulai berlari
kearahnya, Hydra menyemburkan nafas apinya ke arahku namun dengan perisai
Aegis yang setia padaku, aku sanggup menerobos semburan api itu tanpa rasa
gentar. Aku melompat dan mulai kuhunuskan pedangku kearah kepala Hydra, namun
ia sanggup menghindari nya dan menyerangku dengan cakar nya yang dilumuri magma,
sehingga aku terpental dan punggungku menghantam karang dengan keras. Aku
bangkit, dan aku mulai merapalkan mantra sihirku yang kuat “Sonidos” es pun muncul dengan sangat
besar seperti paku-paku yang sengaja di tancapkan ke bumi. Namun lagi-lagi
Hydra sanggup menahan sihirku, ia menyeburkan nafas api nya kearah sihir es ku
dan melelehkannya. Hydra terbang menyerangku, serangannya mampu aku hindari.
Karena aku melompat ke arah belakangnya, namun tidak disangka, ekornya
menghibas kearahku dan menghancurkan jirahku. Aku terpental sangat jauh dari
Hydra dan terbaring tak berdaya, aku tidak bisa menggerakan seluruh badanku dan mulai kehabisan banyak darah. Pandanganku perlahan mulai memudar “Haha sepertinya aku akan mati disini makhluk
terkutuk” aku siap dengan kematianku. mataku mengarahkanku ke langit, aku
tidak pernah melihat langit sangat indah sebelumnya. Suara kaki Hydra mulai
terdengar melangkah ke arahku “Kau
hanyalah manusia lemah” ucapnya dengan memandangku
sangat hina.
~Komunitas JaWaRa~